Agam  

Kiprah Era Darwis Dalam Dunia Lagu Minang 

banner 120x600

DetakDetik.com | Dari tanah subur Lubuk Basung, tempat angin berbisik lembut di antara hamparan sawah dan perbukitan, lahirlah para penyair nada yang menyalakan kembali cahaya budaya Minangkabau melalui untaian lagu-lagu penuh makna.

Salah satu di antaranya adalah Novera Ismadi (57) yang kini lebih dikenal dengan nama Era Darwis. Namanya melejit setelah lagu ciptaannya, Angin Langkisau, mengalun indah tahun 2014, menggugah hati perantau dan pecinta Minang di mana pun berada.

Dari Keluarga Sederhana, Tumbuh Jiwa yang Bersahaja

Era Darwis dilahirkan pada 30 November 1968, buah kasih pasangan Darwis Sutan Tangkai dari Limau Manis, Padang, dan Nurma Adam dari Lubuk Basung. Kedua orang tuanya adalah pegawai negeri yang dikenal disiplin, namun penuh kasih. Kini, keduanya telah tiada, namun nilai-nilai yang mereka tanamkan tetap hidup dalam karya sang anak.

Dalam keluarga kecil yang hangat, Era Darwis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia dikenal sebagai anak yang ceria, mudah bergaul, dan sering mengundang tawa karena keusilannya. Era memiliki satu kakak bernama OP Yepri, serta dua adik, Eva Susanti dan Evi Yuliendra.

Musik: Cinta Pertama yang Tak Pernah Padam

Sejak di bangku TK Dahlia, Sungai Limau (1974), bakat musik Era sudah menyala. Ia menjuarai lomba nyanyi antar-TK, menjadi pertanda awal bahwa nada akan selalu menjadi bagian dari napas hidupnya.

Namun, seperti kebanyakan bocah lelaki, perubahan suara saat pubertas membuatnya mundur dari panggung kecil masa kanak. Tapi cinta sejati tak pernah benar-benar padam. Tahun 1981, dengan tabungan sekolahnya, Era membeli gitar pertamanya di Kota Pariaman seharga Rp21.000. Di situlah, petikan nada dan bait-bait pertama tercipta. Ia belajar sendiri, mengiringi teman menyanyikan lagu-lagu Minang. Sebuah proses yang perlahan membentuknya jadi pencipta lagu tulen.

Pendidikan dan Langkah Awal Seni

Dari SMP Negeri 1 Sungai Limau hingga pindah ke SMP Negeri 3 Lubuk Basung, Era aktif di dunia olahraga, mulai sepak bola, tenis meja, hingga karate. Bahkan sabuk hitam DAN 1 dari Lemkari menjadi salah satu prestasi masa mudanya.

Namun ketika melanjutkan ke SMA Negeri Sri Antokan Lubuk Basung (1986), seni kembali mengisi ruang hatinya. Ia membentuk band sekolah dan mengikuti berbagai festival lagu dan tari Minang, termasuk ajang bertajuk Maoyak Langgam Lamo, pertanda semangat berkesenian belum pernah mati.

Setelahnya, Era melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Bukittinggi. Di sana, ia tetap menulis, tetap mendengar panggilan musik yang pelan tapi pasti kian nyaring.

Jejak Karier dan Kelahiran Karya

Tahun 1993, Era Darwis resmi menjadi pegawai negeri sipil. Tapi lagu-lagu tak berhenti bernyanyi di kepalanya. Setahun kemudian, ia bertemu dengan maestro lagu Minang, Sexri Budiman, dalam sebuah acara di Museum Adityawarman. Pertemuan itu menjadi titik balik membuka gerbang baru dalam perjalanan panjangnya di dunia musik.

Tahun 1999, ia menikahi perempuan asal Kalumbuk, Kota Padang, dan dikaruniai tiga permata hati: Arief Rahman, Miftahhurrahmi, dan Aida Hidayati. Keluarga yang selalu menjadi sumber semangat dan inspirasi.

Lalu, tahun 2016, semesta musik memanggilnya kembali. Dengan tekad, Era menghubungi kembali Sexri Budiman dan menyerahkan lirik Angin Langkisau. Lagu itu meledak lewat suara merdu Ulfa Dilla, menjadi pembuka jalan bagi puluhan karya lainnya.

Melodi untuk Kampung Halaman

Setelah kembali ke jalur musik, Era tak pernah menoleh ke belakang. Ia menggandeng Dafit IP dari Pamenan Musik Digital, dan lahirlah lagu-lagu seperti Luak Agam dan Lubuk Basung Kota Rang Agam, yang kini menghiasi kanal-kanal digital dan hati pendengarnya.

Era juga mendirikan komunitas Lapau Seni Lubuk Basung. Ruang pertemuan bagi para pelaku seni daerah, tempat diskusi, berkarya, dan menyalakan api tradisi Minang di tengah arus zaman.

Karyanya yang menyentuh hati, Sauah Putuih, bahkan masuk 10 besar Lomba Cipta Lagu Minang Nasional 2022 yang diselenggarakan PAPPRI Sumbar dan Dinas Taman Budaya. Lagu ini dinyanyikan dengan penuh perasaan oleh David Istambul.

Warisan Nada yang Terus Hidup

Hingga kini, hampir seratus lagu telah diciptakan Era Darwis, dinyanyikan oleh berbagai artis Minang. Beberapa karya terkenalnya antara lain:

Sauah Putuih – David Istambul

Batang Diawak Buah Diurang – Hayati Kalasa

Gigi Habih Garaman Lunggah – Riri Sovia

Di Rantau Pandam Pusaro – Dapit IP

Luak Agam – Maria Kusuma

Sejak pensiun tahun 2022, ia semakin fokus pada cita-cita mulianya: membina sanak kemenakan yang berjiwa seni. Baginya, mencipta lagu bukan hanya berkarya, tapi melestarikan identitas. Musik Minang adalah ruh budaya, dan ia tak ingin ruh itu lenyap ditelan waktu.

Nada-nada yang Tak Pernah Usai

Era Darwis, adalah saksi bahwa musik bisa lahir dari keheningan, tumbuh dari cinta tanah kelahiran, dan hidup selamanya lewat lirik dan nada. Ia bukan sekadar pencipta lagu, ia adalah penjaga nyala tradisi, yang terus meniupkan angin baru di belantara musik Minang. (***)