Opini  

May Day 2025: Panggung Harapan dari Monas untuk Buruh Indonesia

banner 120x600

DetakDetik.com | Besok, 1 Mei 2025, jutaan pekerja di seluruh penjuru dunia akan memperingati Hari Buruh Internasional. Momen tahunan yang sarat makna ini menjadi ruang refleksi dan perjuangan bagi para buruh. Di Indonesia, pusat peringatan akan berlangsung di jantung ibu kota, tepatnya di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta.

Ribuan buruh dari berbagai daerah, datang bersama keluarga dan rekan kerja, akan memadati area ini. Bagi mereka, May Day bukan sekadar ajang demonstrasi. Ini adalah selebrasi harapan, solidaritas, dan suara kolektif untuk masa depan yang lebih adil.

“Hari Buruh adalah waktu di mana buruh tidak hanya menyuarakan tuntutan, tapi juga membawa gagasan keadilan sosial untuk semua,” ungkap Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Enam Isu Besar yang Dibawa Buruh di May Day 2025

Tahun ini, para buruh membawa enam agenda prioritas sebagai refleksi atas kondisi kerja yang mereka alami:

1. Penghapusan sistem outsourcing yang dianggap merugikan pekerja.

2. Pembentukan Satgas PHK untuk menangani dan mencegah pemutusan hubungan kerja sepihak.

3. Perjuangan mewujudkan upah yang layak dan manusiawi.

4. Desakan kepada pemerintah untuk mengesahkan RUU Ketenagakerjaan yang berpihak pada buruh.

5. Perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) melalui pengesahan RUU PPRT.

6. Komitmen melawan korupsi melalui RUU Perampasan Aset.

Isu-isu ini bukan sekadar daftar tuntutan, melainkan potret kehidupan para pekerja yang selama ini kerap berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian dan minimnya perlindungan hukum.

Solidaritas Meluas ke Seluruh Nusantara

Monas hanyalah salah satu titik dari pergerakan besar ini. Di berbagai kota lain, mulai dari Medan, Makassar, Balikpapan, Semarang, hingga Cirebon, lebih dari satu juta buruh diperkirakan akan turun ke jalan. Dilansir dari CNBC Indonesia, aksi ini akan berlangsung serentak di sedikitnya 15 kabupaten/kota sebagai bentuk solidaritas nasional.

Mereka mengusung pesan yang sama: agar kerja keras dibalas dengan keadilan dan kehidupan yang layak.

May Day tak lagi hanya perayaan tahunan. Ia telah menjadi panggung bersama, tempat para pekerja menyampaikan aspirasi dan membangun narasi masa depan yang lebih setara.

May Day dalam Sejarah Indonesia dan Dunia

Sejak tahun 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional di Indonesia. Sejak saat itu, peringatan May Day menjadi lebih luas dan bermakna, dengan berbagai bentuk aksi damai seperti orasi, long march, hingga diskusi publik.

Peringatan ini juga menjadi simbol dari nilai-nilai demokrasi, kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyuarakan pendapat di ruang publik.

Namun akar dari May Day jauh lebih dalam. Ia tumbuh dari sejarah perjuangan keras para buruh di Amerika Serikat pada abad ke-19, saat para pekerja menuntut jam kerja maksimal delapan jam sehari—sebuah kemewahan di masa itu, ketika jam kerja bisa mencapai belasan jam tanpa perlindungan.

Momentum penting terjadi pada Mei 1886 di Chicago, dalam peristiwa yang kini dikenal sebagai Kerusuhan Haymarket. Aksi damai berubah ricuh saat terjadi ledakan bom dan tembakan dari polisi. Beberapa orang tewas, baik dari pihak aparat maupun sipil. Meski tragis, peristiwa ini menjadi pemantik kesadaran kolektif buruh di seluruh dunia.

Tiga tahun setelahnya, Konferensi Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, sebagai penghormatan terhadap perjuangan tersebut.

Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Adil

Di tengah gegap gempita orasi dan barisan massa, ada satu hal yang tetap menyala: harapan. Harapan agar para buruh tak lagi berada di sisi paling rapuh dalam roda ekonomi. Harapan agar suara mereka tak sekadar didengar, tetapi direspons dengan kebijakan nyata.

Selamat Hari Buruh Internasional. Semoga setiap tetes keringat pekerja dibalas dengan kehidupan yang lebih layak, lebih adil, dan lebih manusiawi. (***)