DetakDetik.com | Di ujung barat Kabupaten Agam, Sumatera Barat, terbentang sebuah nagari yang tak hanya kaya akan potensi alam, tapi juga sarat prestasi. Namanya Nagari Tiku Selatan, sebuah kawasan pesisir yang bersentuhan langsung dengan gelombang Samudra Hindia dan membentang hingga ke perbatasan Kabupaten Padang Pariaman.

Dengan jumlah penduduk hampir 14 ribu jiwa yang tersebar di tujuh jorong, Tiku Selatan bukan sekadar wilayah administratif biasa. Ia adalah wajah dari kemajuan nagari di ranah Minang, perpaduan harmonis antara alam, budaya, dan pembangunan yang berkelanjutan. Saat ini, nagari ini dipimpin oleh Ismardi, SP, seorang pemimpin yang dikenal dekat dengan masyarakat dan berkomitmen mendorong kemajuan nagari berbasis potensi lokal.
Pada tahun 2018, Nagari Tiku Selatan masuk dalam daftar 100 desa terbaik versi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Pencapaian tersebut menjadi bukti bahwa kerja keras dan kolaborasi di tingkat nagari bisa menghasilkan pengakuan di tingkat nasional.

Lebih dari itu, pada 2020, nagari ini menorehkan prestasi dengan menyandang status “Nagari Mandiri”, status tertinggi dalam Indeks Desa Membangun (IDM). Skor IDM-nya pun impresif: 0,8957, menjadikannya salah satu dari tiga nagari terbaik di Kabupaten Agam, berdampingan dengan Nagari Lubuk Basung dan Panampuang.
Kehidupan masyarakat di Tiku Selatan lekat dengan laut. Sektor kelautan menjadi salah satu tumpuan utama ekonomi masyarakat. Setiap pagi, perahu-perahu nelayan kembali dari laut membawa tangkapan segar yang menjadi sumber nafkah sekaligus bagian dari identitas nagari.

Di samping laut, Tiku Selatan juga memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang tersebar di Jorong Gasan Kaciak, Banda Gadang, Sungai Nibung, Kampuang Darek, dan Pasia Paneh. Kebun sawit yang cukup luas pun menjadi bagian dari tumpuan ekonomi masyarakat, tersebar di ketujuh jorong yakni Gasan Kaciak, Banda Gadang, Pasa Tiku, Pasia Tiku, Kampuang Darek, Pasia Paneh, dan Sungai Nibung. Luas wilayah tiap jorong bervariasi, dari 100 hektare hingga lebih dari seribu hektare, menunjukkan potensi pertanian dan perkebunan yang signifikan.
Potensi pariwisata juga sangat menjanjikan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kunjungan ke objek wisata Pasia Tiku dan Muaro Mati yang menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Keindahan alam di sekitar pantai, lanskap pesisir yang asri, dan udara segar menjadikan Tiku Selatan menyimpan potensi wisata yang terus tumbuh.
Oben

Salah satu destinasi unggulan, Muaro Mati, menawarkan hamparan muara sungai yang eksotik, ditunjang dengan keberadaan Masjid Sirah yang memperkaya nilai spiritual dan budaya kawasan ini. Keberadaan masjid yang megah di tepi muara menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang ingin menikmati pemandangan sambil meresapi ketenangan suasana religius.
Semangat membangun dari akar rumput menjadi kunci keberhasilan Tiku Selatan. Pemerintah nagari bersama masyarakat terus berkolaborasi dalam berbagai bidang mulai dari pendidikan, infrastruktur, hingga pengelolaan potensi lokal. Pendekatan ini menjadi alasan mengapa Tiku Selatan mampu bergerak maju tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai nagari adat. Tradisi Minangkabau tetap dijaga, sekaligus membuka diri terhadap perubahan yang membawa manfaat.

Tiku Selatan bukan hanya contoh nagari yang berhasil secara administratif. Ia adalah simbol harapan bahwa pembangunan bisa adil dan merata, bahwa nagari di pinggiran bisa bersinar terang, dan bahwa kemajuan bisa berpadu dengan kearifan lokal. Di bawah sinar mentari Samudra Hindia dan semilir angin pantai yang tak pernah lelah, Tiku Selatan terus melangkah. Pelan, pasti, dan menginspirasi. (Anz)