Agam  

Empat Kilometer dari Pusat Kekuasaan: Menanti Harapan di Rumah Lapuk Berlapis Spanduk Kampanye

banner 120x600

DetakDetik.com | Di lereng Dama Sikucing, Jorong I Siguhung Nagari Lubuk Basung, Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam, tempat angin lebih sering singgah daripada manusia, berdiri sebuah rumah tua berukuran 5×5 meter.

Dindingnya rapuh, tiangnya renta. Di sanalah Joni Derianto dan istrinya, Nadia, merawat hidup dalam senyap selama hampir lima tahun. Jauh dari gemuruh kota, jauh pula dari perhatian.

Rumah itu tidak memiliki dinding kokoh. Sebagian besar hanya disatukan paku berkarat dan ditambal dengan spanduk-spanduk bekas kampanye legislatif. Spanduk yang dahulu menjanjikan masa depan, kini justru menjadi pelindung dari angin dan hujan.

Tidak ada kamar mandi yang layak, bahkan untuk sekadar mandi dan mencuci, mereka harus mengandalkan aliran air seadanya dari kebun tetangga.

“Kalau ada yang manggil, ya kerja. Kalau nggak ada, di rumah saja sama istri,” kata Joni, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani musiman. Penghasilan tak menentu, pekerjaan pun datang tak tentu waktu.

Mereka belum dikaruniai anak. Namun di balik kesunyian dan keterbatasan, mereka tetap menjaga harga diri. Tak pernah meminta-minta, tak pernah juga mengeluh di hadapan orang lain.

Di tengah kerentanan itu, Nadia menyimpan satu harapan sederhana. Bukan uang atau kemewahan, tapi tempat tinggal yang lebih kokoh dan aman.

“Kalau bisa, kami cuma ingin rumah yang kuat sedikit. Ada tempat mandi yang layak. Biar kalau hujan besar, nggak perlu takut bocor atau roboh,” ucapnya lirih.

Harapan itu bukan tanpa alasan. Bupati Agam, Benni Warlis, dikenal memiliki kepedulian terhadap warga yang tinggal di rumah tidak layak huni. Mereka percaya, pemerintah tidak buta terhadap jerit sunyi dari pinggiran.

Ketua RK setempat, Rudi Hermansyah, mengakui kondisi rumah Joni dan Nadia memang memprihatinkan.

“Saya sudah melihat langsung. Benar adanya, rumah itu berdiri dari papan yang sudah lapuk, bahkan sebagian besar dindingnya hanya ditutup spanduk bekas. Untuk MCK, sangat tidak memadai,” ungkapnya saat dikonfirmasi pada Selasa (29/4/2025).

Ia menambahkan, sebagai perangkat di tingkat bawah, kemampuannya untuk memberi bantuan terbatas. Namun ia memastikan bahwa laporan telah disampaikan dan pihaknya akan terus mendorong agar rumah pasangan itu segera mendapat perhatian.

Dari pusat pemerintahan Lubuk Basung, rumah pasangan ini hanya berjarak sekitar empat kilometer. Jarak yang di atas peta tampak dekat, namun terasa jauh ketika bantuan tak kunjung datang.

Di rumah kayu yang nyaris roboh itu, Joni dan Nadia tetap bertahan. Mereka merawat tanah seadanya, hidup dari hari ke hari, dan tetap menanam harapan bahwa suatu saat, mereka akan tinggal di rumah yang tak lagi takut roboh saat angin dan hujan datang. (ANZ)