DetakDetik.com | Kasus dugaan penerbitan sertifikat ganda kembali mencuat di Kabupaten Agam. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Agam digugat Rp1 miliar oleh pemilik tanah melalui kuasa hukumnya, setelah ditemukan adanya sertifikat baru yang diterbitkan di atas tanah yang sudah bersertifikat sejak 1998. Sertifikat tersebut bahkan diketahui dijadikan agunan kredit di bank. Saat ini perkara tengah bergulir di Pengadilan Negeri Lubuk Basung dengan agenda mediasi.
Kuasa hukum penggugat, Vera Christian, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada BPN Agam. Namun, tanggapan yang diterima justru meminta pihaknya untuk menempuh jalur pengadilan.
“Seharusnya BPN mengundang kami untuk membicarakan persoalan ini dan mencari solusi, bukan malah mempersilakan kami menggugat. Itu sikap arogan dan tidak bijak, apalagi dilakukan oleh lembaga pemerintah,” tegas Vera.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala BPN Kabupaten Agam, Fuadil Hulum KH, S.E., M.M., menegaskan bahwa langkah yang ditempuh pihaknya sudah sesuai prosedur hukum.
“Ini bukan sikap arogan, tetapi memang prosedurnya seperti itu. Karena sertifikat yang disengketakan telah terbit lebih dari lima tahun, maka penyelesaiannya harus melalui jalur hukum,” ujar Fuadil, Jumat (15/8/2025).
Ia menegaskan, apabila nantinya putusan pengadilan memerintahkan pembatalan sertifikat atau tindakan lain, BPN Agam akan mematuhinya. “Kami akan menjalankan setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tambahnya.
Fuadil juga menjelaskan alasan pihaknya tidak mengundang mediasi langsung. Menurutnya, langkah itu berpotensi menimbulkan perdebatan dan saling menyalahkan tanpa solusi konkret.
“Untuk objek yang sudah memiliki sertifikat terbit, penyelesaiannya memang harus melalui gugatan ke pengadilan, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara. Sertifikat adalah produk administrasi yang diterbitkan pejabat administrasi negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa mediasi di BPN hanya dilakukan jika terdapat sanggahan atau keberatan terhadap permohonan sertifikat sebelum diterbitkan, bukan setelah sertifikat keluar. “Kalau masih dalam proses penerbitan, barulah kami lakukan mediasi terlebih dahulu,” katanya.
Dasar prosedur tersebut, kata Fuadil, telah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. (Anz)














