DetakDetik.com | Dalam era modern yang serba cepat dan terpusat pada kemajuan teknologi, kepekaan terhadap budaya dan identitas daerah sering kali terpinggirkan.
Namun, di tengah derasnya arus globalisasi itu, masih ada sosok-sosok seniman yang setia menjaga dan menyuarakan cinta terhadap kampung halaman melalui karya seni.
Salah satunya adalah para penulis dan pencipta lagu dari Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, seperti Era Darwis, Dafit IP, dan Yulbahri Dt. Nakodoh, yang menunjukkan kepedulian mereka terhadap nama dan tempat-tempat khas di daerahnya melalui syair lagu yang indah dan menyentuh.
Syair-syair seperti dalam lagu “Luak Agam” menggambarkan keelokan alam ranah Minang seperti Danau Maninjau, Puncak Lawang, sulaman urang Canduang, hingga kuliner randang pakunya.

Bukan sekadar lirik, lagu ini adalah narasi cinta terhadap tanah kelahiran, sebuah ajakan untuk bersatu membangun nagari, serta pengingat akan nilai-nilai tradisi yang harus dijaga dan diwariskan.
Begitu pula lagu “Lubuak Basuang Kota Rang Agam” yang mengangkat nama ibukota kabupaten dengan segala pesona dan makna emosionalnya. Lagu ini membangkitkan kerinduan pada kampung halaman dan menegaskan kembali bahwa Agam bukan hanya tempat, tetapi juga rasa, kenangan, dan identitas.

Para seniman ini tak hanya menggambarkan alam dan budaya, tapi juga memberi makna dan nyawa pada nama-nama daerah yang mereka sebutkan dalam liriknya.
Karya “Bukik Sakura” menampilkan pendekatan yang lebih kekinian dengan mempromosikan destinasi wisata lokal yang penuh potensi.
Dengan lirik yang puitis dan imajinatif, lagu ini memperkenalkan Bukik Sakura yang terletak di Jorong Data Baringin, Kenagarian Baringin, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, bukit ini menjadi salah satu destinasi yang populer saat ini di Sumatera Barat.

Sebagai tempat healing, tempat indah tersebut sangat menenangkan dan menggugah rasa. Di balik keindahan itu tersimpan nilai sosial seperti keramahan masyarakat, adat santun, dan cita rasa khas kopi Data yang memanggil kembali ingatan akan kampung halaman.
Seniman-seniman ini layak mendapat perhatian khusus dari pemerintah Kabupaten Agam. Mereka telah berperan aktif dalam melestarikan budaya, memperkenalkan potensi daerah melalui media seni, dan memperkuat jati diri lokal di tengah gempuran budaya luar.
Pemerintah daerah sudah sepatutnya memberi apresiasi, baik melalui penghargaan resmi, dukungan produksi karya, maupun pelibatan mereka dalam program pembangunan berbasis budaya dan pariwisata.
Apresiasi terhadap karya seni seperti ini bukan semata-mata bentuk penghormatan pada kreativitas individu, tapi juga langkah strategis dalam menjaga warisan daerah dan memperkuat karakter generasi mendatang.
Karena lewat lagu-lagu seperti ini, nama-nama tempat di Agam tidak hanya hidup dalam peta, tetapi juga dalam hati, dalam ingatan, dan dalam kebanggaan setiap anak nagari. ***














