Tapi ……
Entah kenapa ????
Nama mu tak pernah ada di lembaran buku sejarah
Siti Manggopoh tak di jumpa dalam berita
apalagi buat di puja …..
Biarlah ……
Bagimu dan bagi kami itu mubazir
Hanya sanjungan pemanis bibir
Yang nyata jihad tanpa pamrih
Walau tiada terimakasih
dari negara yang pilih kasih
Demikianlah penggalan bait puisi karya Yus Dt. Parpatiah yang ditulis di Padang Lua pada 10 Juni 2015.
Hari ini, 15 Juni 2025, menjadi momen bersejarah bagi masyarakat Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Tepat 117 tahun yang lalu, tanah Minangkabau menyaksikan sebuah perlawanan heroik melawan penjajahan Belanda yang tercatat dalam sejarah bangsa sebagai Perang Manggopoh.
Perlawanan ini bukan sekadar pertarungan fisik, tetapi merupakan simbol letupan amarah rakyat terhadap penindasan kolonial, khususnya kebijakan belasting, yakni pajak langsung yang dipaksakan pemerintah Hindia Belanda. Pajak ini tak hanya membebani secara ekonomi, tapi juga melukai harga diri dan kedaulatan masyarakat lokal.
Dipimpin oleh sosok pejuang perempuan tangguh, Siti Manggopoh, rakyat bangkit dengan keberanian luar biasa. Bersama para pemuda, mereka menyerbu markas kontrolir Belanda, membakar gudang logistik, dan meruntuhkan pos-pos penjajah. Dengan senjata seadanya, mereka memilih bertempur habis-habisan demi martabat dan tanah air.
“Siti Manggopoh bukan hanya pejuang, tapi juga simbol keberanian perempuan Minang yang berdiri sejajar dalam perjuangan,” ujar Joni Putra Dt. Bintaro Hitam, anggota DPRD Agam sekaligus putra asli Manggopoh.
Menurutnya, sejarah Perang Manggopoh adalah warisan tak ternilai yang harus terus dijaga.
“Perlawanan ini adalah ledakan keberanian rakyat kecil yang muak terhadap ketidakadilan. Ini bukan sekadar kisah masa lalu, tapi ini identitas kami. Semangat itu harus terus diwariskan,” tegas Joni Putra Dt. Bintaro Hitam.
Ia menekankan bahwa peringatan setiap 15 Juni seharusnya tak hanya bersifat seremonial. Anak-anak sekolah dan generasi muda perlu dikenalkan pada nilai-nilai perjuangan sejak dini.
“Mereka harus tahu bahwa nenek moyangnya pernah melawan ketidakadilan dengan keberanian luar biasa. Kalau kita tak rawat sejarah ini, siapa lagi?” katanya.
Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat Manggopoh rutin menggelar ziarah ke makam para pejuang, pementasan drama sejarah, serta diskusi lintas generasi. Joni Putra Dt. Bintaro Hitam juga aktif mendorong agar kisah ini diintegrasikan ke dalam kurikulum muatan lokal, agar tumbuh menjadi bagian dari jati diri pendidikan di Agam.
“Ini bukan hanya milik Manggopoh, atau Kabupaten Agam, tapi milik bangsa. Perjuangan Mandeh Siti ini merupakan mata rantai penting dalam sejarah panjang menuju kemerdekaan Indonesia,” ujarnya penuh semangat.
Tak hanya di Manggopoh, pada tanggal yang sama, 15 Juni 1908, perlawanan serupa juga berkobar di Kamang di bawah pimpinan Haji Abdul Majid. Meski berangkat dari semangat yang sama, yakni menolak pajak dan penindasan. Intensitas perjuangan di Manggopoh, yang melibatkan peran aktif perempuan serta serangan langsung ke jantung kekuasaan penjajah, menjadikannya sebagai salah satu momen penting dalam sejarah perlawanan rakyat Nusantara.
Pesan untuk Generasi Muda
117 tahun telah berlalu, namun bara perjuangan Manggopoh masih menyala dalam semangat masyarakatnya. Di era modern, tantangan mungkin telah berubah bentuk, namun nilai-nilai keberanian, solidaritas, dan cinta tanah air tetap relevan.
Kepada generasi muda, khususnya anak-anak Nagari Manggopoh, jangan biarkan sejarah ini hanya menjadi cerita. Jadikan ia sebagai sumber inspirasi, pembentuk karakter, dan cermin jati diri.
Belajarlah dari keberanian Siti Manggopoh dan para pejuang lainnya bahwa keberanian tak selalu soal mengangkat senjata, tetapi juga tentang berdiri tegak menghadapi ketidakadilan, menjaga integritas, dan mencintai negeri ini dengan tindakan nyata.
“Memperingati Perang Manggopoh bukan hanya mengenang masa lalu, tapi bagaimana kita mengambil pelajaran, menyalakan semangat perjuangan, dan menjaga agar harga diri bangsa tak luntur ditelan zaman,” tandas Joni Putra Dt. Bintaro Hitam.
Terakhir, Joni Putra Dt. Bintaro Hitam menyampaikan harapan agar momen peringatan Perang Manggopoh tidak hanya menjadi ajang mengenang sejarah, tetapi juga dimaknai sebagai kesempatan untuk mempererat silaturahmi dan meneguhkan persatuan.
“Untuk itu kita mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu sebagai satu kesatuan anak bangsa yang menjunjung tinggi cita-cita luhur demi kemajuan dan kejayaan negeri,” ajaknya. (Anz)